Madrasah Tsanawiyah AL Huda Kedungwaru di munculkan oleh seorang penilik dari Kanor Departemen Agama Kabupaten Tulungagung yang bernama Drs. H. Imam Asy’ari. Beliau melihat ada tanah wakaf yang ikrar wakafnya berbunyi untuk pendidikan Agama Islam, ternyata dipakai untuk pendidikan sekolah dasar (SD Ketanon I). Melihat kondisi seperti itu beliau merasa prihatin dan punya inisiatif untuk menyelamatkan tanah wakaf tersebut.

Gagasan pendirian Madrasah Tsanawiyah Al Huda Kedungwaru tersebut pertama kali beliau lontarkan kepada teman akrabnya Bapak Surni, BA sebagai Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Kedungwaru saat itu. Ternyata Bapak Surni menyambut baik ide tersebut dan ditindak lanjuti dengan pertemuan informal di berbagai pertemuan. Seperti pada saat berada di KUA Kedungwaru bertemu dengan Bapak Drs. H. Moh. Maksum Farid (Pegawai KUA Kedungwaru), Bapak Judi (Kepala KUA Kedungwaru), Dr.Anang (Tokoh Masyarakat) juga dilontarkan ide tersebut dan mendapat sambutan hangat.

Pada tanggal 01 juni 1993 madrasah ini resmi berdiri dan awal bulan April di adakan rapat resmi dengan tokoh masyarakat desa Ketanon, Wakif, Nadhir dan tokoh-tokoh pendidikan kecamatan Kedungwaru di Madrasah Diniyah Miftahul Ulum. Pada rapat tersebut disepakati untuk mendirikan Madasah Tsanawiyah yang diberi nama MTs AL HUDA Kedungwau (Al Huda diambil dari nama Wakif yang bernama Mashadi = Al Huda). Akhinya dibentuk kepengurusan Yayasan Pendidikan Al Huda Kedungwau dengan Ketuanya Bapak Surni, BA dan ditunjuk sebagai Kepala Sekolah saat itu Bapak Drs.H.Moh. Subchan,ZA dibawah pembinaan Kantor Departemen Agama Kabupaten Tulungagung. Kemudian untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan pendidikan di MTs Al Huda Kedungwaru melibatkan guru-guru Agama se-Kecamatan Kedungwau yang tergabung dalam kelompok Kerja Guru Agama (KKG) baik dalam mencari siswa dan bantuan dana operasionalnya. Dan akhirnya dapat berjalan dengan lancar hingga sampai saat ini.

Pada tanggal 01 Juni 2001 Madrasah Tsanawiyah Al Huda Kedungwaru yang semula berada langsung di bawah Kantor Depatemen Agama bepindah di bawah lembaga Ma’arif NU karena yayasannya mengharuskan bergabung di bawah naungan jami’ah NU. Akan tetapi secara praktis tidak lepas sama sekali dengan Depatemen Agama.